Perfect winter

Menurut kalian musim dingin yang sempurna itu seperti apa? Tentang Jena yang menghabiskan musim dinginnya di Kota Strasbourg karena pindah rumah, sedih rasanya, namun dirinya tidak menyangka bahwa ada seorang anak laki-laki spesial yang menunjukkannya arti dari musim dingin yang sempurna. Siapa sih, anak laki-laki itu?

Perfect winter

Bulan desember adalah waktunya untuk libur musim dingin, semua orang tentu bersenang-senang sembari menikmati salju yang turun lebat sejak kemarin, dan menghabiskan waktu-waktu liburnya di tengah salju yang dinginnya sampai membuat pipi menjadi merah. 

Menggulung bola salju, membuat boneka salju, bermain skating di taman air yang membeku, begitulah pemandangan yang Jena lihat selama perjalanannya. Tapi berbeda dengan orang lain yang terlihat senang, Jena malah begitu murung, karena musim dingin kali ini berbeda untuknya, ia dan keluarganya memutuskan pindah ke Kota Strasbourg. Dan tentu hal itu membuat musim dinginnya berbeda karena ia jauh dari teman-temannya, padahal, ia sudah berencana akan bermain dengan mereka selama musim dingin tahun ini.

Jena adalah tipikal anak yang sulit sekali bergaul dengan orang baru, oleh karena itu ia takut berada di lingkungan baru. Membayangkan bertemu dengan orang-orang asing saja sudah membuat Jena memikirkan bagaimana caranya harus berkenalan. 

"Jena, maafkan ibu ya? Ibu yakin nanti kau akan bertemu dengan teman baru, nikmatilah musim dinginnmu," Wanita dengan coat berwarna cokelat itu menoleh ke arah jok belakang, tempat Jena duduk.

Jena tidak menghiraukan perkataan ibunya, ia hanya terus menatap salju di luar sana, ia tidak bisa membayangkan akan seperti apa jadinya jika ia menghabiskan musim dingin tanpa teman? Ini bukan musim dingin yang sempurna!

Jalan menuju Kota Strasbourg sangatlah indah, jujur, walaupun hati jena sedang sedih, namun matanya terkagum-kagum melihat hutan pinus penuh dengan es, dan jangan lupakan bangunan-bangunan indah di Kota Strasbourg berselimut salju yang menyambut mereka.

                                       . . .

Setelah selesai membereskan barang-barang, akhirnya Jena bisa duduk di sofa yang letaknya ada di tengah rumah barunya. Rumahnya cukup nyaman, lengkap dengan cerobong asap yang menjaganya tetap hangat. Dirinya lagi-lagi menolehkan kepalanya ke arah jendela, hujan salju di luar terlihat begitu menarik perhatian Jena. 

Akhirnya, ia beranikan dirinya untuk mengintip ke luar, sangat banyak sekali orang yang bermain. Di tengah kota, ada tempat khusus di mana orang-orang bisa bermain dan bersantai, kelihatannya menyenangkan. Namun ada satu hal yang lebih menyita perhatian Jena, seorang anak laki-laki dengan syal berwarna merah yang berjalan melewati rumahnya, di tangannya ada sepasang sepatu skating, dan yang membuat jena penasaran adalah, kemana anak itu akan bermain skating? Karena sepengetahuannya, setelah perumahan tempat tinggalnya hanya ada hutan pinus saja. 

"Anak aneh," cicit Jena.

Sebelum Jena menjauhi jendelanya, matanya menyadari kalau jejak kaki yang di hasilkan oleh anak laki-laki yang baru saja lewat tadi berubah menjadi berwarna biru cerah bak bercahaya, Jena membulatkan matanya tidak percaya. Karena rasa penasarannya, ia buru-buru mengambil jaket pink nya lalu bergegas membuka pintu. 

"Bu, bolehkah aku berkeliling sebentar?" Teriaknya.

Ibunya yang sedang berada di dapur langsung menyetujui permintaan anak gadisnya, dengan harapan Jena kembali ceria setelah berkeliling "Tentu saja boleh! Jangan jauh-jauh ya, perhatikan langkahmu, di luar sangat licin!" 

Jena mengangguk, setelahnya. Ia berlari meninggalkan rumah barunya. 

Langkah kecilnya mengikuti jejak biru bercahaya yang menuntunnya ke tengah hutan, sebenarnya apa yang membuat Jena ingin mengejar anak laki-laki itu? Jena yang di kenal penakut itu bahkan jadi berani memasuki hutan sendirian karenanya.

Tangannya ia gunakan untuk menyingkirkan daun-daun pinus yang menjuntai menghalangi pandangan, tak jarang wajahnya terkena kibasan salju yang jatuh dari atasnya. Tak lama, terdengar suara gesekan antara besi dan es dari arah depan, Jena segera mempercepat langkahnya. Badannya membeku sesaat ketika melihat apa yang ada di hadapannya sekarang, ya, sebuah danau besar yang sudah membeku karena dingin. Ia tidak menyangka akan menemukan danau di sekitar sini. 

Di tengah-tengah danau itu, seorang anak laki-laki dengan lihai bermain skating, tubuhnya ia ayunkan dengan ringan tanpa beban, mengikuti kemana es membawanya meluncur. Sesekali tangannya terangkat ke atas—menari, ia meluncur mengitari danau es bak pangeran yang sedang menguasai daerah kekuasaannya. Kagum. Tak sadar Jena memperhatikannya begitu lama.

Jena membuka mulutnya "Wah, dia tidak se aneh yang ku bayangkan," 

KRAK! 

KRAK!

Kekaguman itu tidak berlangsung lama, karena Jena melihat dengan jelas danau es mulai retak mengikuti kemana arah anak laki-laki itu meluncur. Retakan itu semakin besar, kaki Jena seakan-akan enggan untuk diam saja, ia nekat berlari ke arah danau es dengan sepatu polos yang tentunya akan licin ketika memijakinya.

"Hei, es nya retak!" 

"Awas!" 

BRUGH!

Jena membuka matanya, ia menyadari dirinya terjatuh ketika menolong si anak laki-laki yang mahir bermain skating itu dari retakan es yang hampir menenggelamkannya. Ia mengusap matanya perlahan, menyingkirkan serpihan es yang menggangu matanya. Ketika membuka mata—syal merah. Ternyata anak laki-laki itu juga terjatuh bersamaan dengannya. Mereka kini duduk berhadapan di tumpukan salju pinggir danau.

"Untunglah kita selamat," gumam Jena

"Apa kau baik-baik saja?" 

Bukankah seharusnya Jena yang bertanya? Ia malah mendapatkan pertanyaan konyol dari anak laki-laki yang baru saja ia selamatkan. Dari dekat, pipi anak laki-laki itu terlihat begitu merah, kulitnya sangat putih seperti salju yang sedang mereka duduki, dan tangannya terlihat sedikit terluka karena tergores beberapa es saat Jena dorong menjauh dari retakan.

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya padamu ya?" 

Anak itu tersenyum "Hehe, aku tidak apa-apa, tuh," 

Jena tidak bodoh ketika mengetahui kalau anak itu terluka tangannya "Sok kuat, lihatlah tanganmu!" 

Anak itu lantas menatap tangannya sendiri, ada bekas darah keluar dari sarung tangannya "Oh ini? Tidak apa-apa, dingin akan segera menyembuhkannya."

"Maaf," Jena merasa bersalah karena telah mendorongnya.

"Kenapa kau meminta maaf? Seharusnya aku berterimakasih padamu karena telah menyelamatkanku dari retakan seram itu! Ugh.. aku juga kesal kenapa setiap salju pertama turun danau ini belum membeku seutuhnya, padahal aku ingin bermain skating sampai puas!" 

Jena terkekeh, anak itu ternyata cerewet juga, ya "Bukankah ada tempat khusus untuk bermain skating? Aku melihatnya di tengah kota tadi," 

Anak itu menggeleng, ia menyilangkan tangannya di depan Jena "Tidak, tidak, aku tidak suka keramaian! Ngomong-ngomong, apa kau anak baru di sini?" 

Jena menaikkan alisnya tanda tanya, kenapa anak itu tahu kalau ia baru saja pindah?

"Ah, aku hanya menebaknya karena biasanya rumah yang kau tempati kosong, baru kali ini aku melihat rumah itu akhirnya di huni." Jelas anak laki-laki itu menyadari kalau Jena terlihat bingung dengan pertanyaannya.

"Ya begitulah, aku juga masih beradaptasi di sini." 

Tanpa sadar, Jena sudah melakukan interaksi yang berlangsung lama dengannya. Sebenarnya, berkenalan dengan orang baru tidak seburuk yang Jena pikirkan, dan entah kenapa anak bisa membuat Jena lebih nyaman berkenalan dengannya di banding saat berkenalan dengan teman sekelasnya dulu.

"Ayo berteman!" Anak laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Jena.

Jena dengan malu akhirnya menerima uluran tangannya, mereka bersalaman, Jena dapat merasakan hangat dari situ karena si anak laki-laki menggunakan sarung tangan, sedangkan dirinya tidak. Ah iya, karena buru-buru, ia jadi tidak sempat memakai apapun lagi selain jaket pink nya.

"Namamu siapa?" Tanya Jena, sepertinya Jena mulai berani mengambil langkah pertama untuk berteman.

"Panggil aku Shion, kau?" 

"Jena," 

"Senang berkenalan denganmu Jena!"

"Apa kau punya teman lain di sini?"

Shion suka pertanyaan ini, ia bahkan mempunyai lebih dari seratus teman jika di hitung, Shion jadi ingin menyombongkan dirinya kepada Jena, karena ia adalah anak populer di sekolah "Tentu saja aku punya!"

"Uhm.. apa kau mau mengenalkanku pada teman-temanmu?" Inilah keputusan Jena, setelah dirinya berani berkenalan dengan Shion, dirinya berpikir kalau ia bisa berteman dengan yang lainnya. Karena menurutnya, definisi 'Perfect Winter' adalah ketika ia menghabiskan musim dingin dengan bermain bersama teman-teman. Dan jena tentu menginginkan hal itu.

Shion merasa senang mendengar perkataan itu keluar dari mulut Jena "Benarkah kau ingin?" 

Jena mengangguk yakin. 

Di mata Shion, Jena adalah gadis baik yang penuh dengan rasa perhatian, ceria dan manis di saat yang bersaman. Maka dari itu sepertinya ia akan membalas budi gadis itu dengan cara memperkenalkannya pada teman-temannya. 

Tapi sebelum itu, Shion sadar jika tangan Jena lebih terluka di banding dirinya. Tangan Jena terlihat begitu biru beku karena tidak memakai sarung tangan, dan Shion dengan cekatan merogoh saku jaketnya, di sana terdapat sepasang sarung tangan yang selalu ia bawa sebagai cadangan jika sarung tangannya sobek terkena serpihan es tajam. 

Di pakaikannya sarung tangan itu pada tangan Jena oleh Shion "Sebelum menyelamatkan orang, seharusnya kau ingat dirimu sendiri, Jena,"

"Makasih, Shion! Kau teman yang baik!" Ucap Jena ketika mendapatkan perlakuan manis dari Shion.

                                        . . .

Di sinilah mereka berada, tempat bermain salju yang di sebutkan oleh Jena sebelumnya. Begitu ramai, pantas saja Shion tidak suka bermain skating di sini. Shion mengajak Jena mendekati sebuah kerumunan anak yang sedang membangun istana es, mereka tertawa, bermain, dan bercanda bersama. Mereka sangat mencerminkan apa yang jena harapkan di musim dinginnya.

"Hei teman-teman! Lihatlah siapa yang aku bawa? Dia anak baru di sini, perkenalkan namanya Jena, aku bertemu dengannya di danau tadi," 

Jena mengangkat tangannya dengan canggung—sedikit menggetar karena gugup "Hai semuanya.."

Seorang anak perempuan dengan jaket bulu mendekati Jena, tatapannya tidak bisa di artikan, tapi tangan anak itu tiba-tiba menyentuh kepangan rambutnya "Kepangan yang bagus." 

Mendengar itu, hati Jena terasa meledak karena senang "Terima—"

"Tapi pitamu jelek!" 

Kata yang keluar dari anak perempuan itu cukup membuat Jena terdiam kaget, dan ia merasa takut ketika melihat reaksi orang lain yang menertawakannya ketika di panggil 'jelek' oleh anak perempuan itu.

"Hei kasar sekali kau! Bertemanlah dengannya, dia juga berteman denganku, dia baik tahu!" Shion menepis tangan perempuan itu dari rambut Jena.

"Kau menyuruh kami berteman dengannya?" Seorang anak laki-laki yang sedang membawa sebuah bola es mendekat.

"Yang benar saja, lihatlah bajunya saja tidak seperti kita!" Anak laki-laki itu lantas melemparkan bola salju ke arah Jena, jaket pink kesayangannya menjadi kotor karenanya.

"Seriously? You such a bad Dean! Don't do that to her!" Shion sudah di batas kesabarannya, ia kira, teman-temannya dapat menerima Jena dengan baik, namun yang selama ini ia pikirkan ternyata tidak benar adanya.

"Ayolah Shion, aku pikir orang kaya sepertimu tidak akan bermain dengan anak baru dan biasa saja sepertinya," Dean, laki-laki itu memprovokasi Shion.

Shion memijat pelipisnya yang pusing "Aku berteman dengan siapapun, tuh, tidak memilih-milih! Aku tidak tahu kalau sifat kalian ternyata seperti ini?"

Perempuan yang sebelumnya menyentuh kepangan Jena akhirnya ikut dalam perseteruan, ia memiringkan senyumannya "Asal kau tahu Shion, kami tidak ingin berteman dengan orang yang bahkan baru pertama kali bertemu, bukankah itu aneh?"

Shion akhirnya merasa geram "Jadi begini kelakuan kalian selama ini? Aku kecewa dengan kalian! Aku tidak ingin berteman lagi." 

Ketika Shion menoleh, tidak ada siapapun di sampingnya, perempuan dengan kepangan itu sudah menghilang semenjak perseteruan yang di timbulkan Dean. Dengan wajah yang kecewa, Shion meninggalkan teman-temannya, mencari si gadis yang ia tahu betul hatinya sedang terluka sekarang.

"Tidak, tidak ada yang namanya musim dingin yang sempurna! Semuanya bohong!" 

Jena mengurung dirinya sendiri di kamarnya. Setelah di perlakukan tidak baik oleh Dean, ia langsung berlari menjauhi mereka, tidak peduli dengan Shion yang terus membelanya, hatinya terpecah perkeping-keping, anak-anak di Strasbourg ternyata se kasar itu. Pintu rumah ia tutup dengan kasar, air matanya mengalir deras membuat pipi merahnya menjadi basah total, ibu dan ayahnya sempat menghampiri Jena dan bertanya tentang alasannya menangis. Tapi Jena memilih untuk diam dan menenangkan dirinya di kamar. 

Tok Tok Tok

"Jena, ada yang ingin menemuimu, bisa keluar dulu tidak?"

Itu suara ibunya, Jena mengusap matanya yang berair "Bilang saja aku sedang tidak mau bertemu, bu,"

Tok Tok Tok

"Bolehkah aku masuk? Ini aku Shion."

Jena langsung terperanjat kaget mendengarnya, ayolah, Shion sekarang ada di depan kamarnya, ia terlalu malu untuk bertemu dengannya di keadaan seperti ini. Jena akhirnya memutuskan untuk tidak merespon Shion, ia meneruskan kegiatan menyendirinya dengan meringkuk di kasur sambil menutupi wajahnya dengan boneka.

Namun entah bagaimana, ada tangan seseorang yang menyentuh kepalanya sekarang. Ketika Jena membuka matanya, Shion sudah ada di hadapannya. 

"B—bagaimana caranya kau masuk? Pintuku di kunci!" Saking kagetnya, posisi Jena berganti menjadi duduk sekarang.

"Sstt.. akan ku jelaskan tapi jangan teriak, ya?" 

Setelah mendengarkan penjelasan Shion, Jena jadi tahu mengapa jejak yang di hasilkan Shion ketika pergi ke danau tadi bercahaya warna biru. Karena dirinya adalah 'Jack frost' yang orang kenal sebagai peri musim dingin. 

"Karena itulah aku mendapat julukan Son Of Winter oleh keluargaku, makannya, aku bisa menembus kamarmu," ucap Shion dengan bangga seraya terkekeh.

"Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan peri musim dingin!" 

"Haha aku bukan peri! Tapi aku memiliki kemampuan yang bisa dibilang sama seperti peri,"

Shion menatap wajah Jena, gadis itu benar-benar menangis ternyata, Shion dapat melihat hidungya yang kemerahan. Ia masih tidak menyangka ternyata teman-temannya memiliki sifat buruk seperti itu karena selama ia hidup sebagai 'Son Of Winter', belum pernah ada yang memperlihatkan sisi buruknya padanya. Apa karena mereka hanya ingin memanfaatkan Shion saja? Syukurlah karena keberadaan Jena ia bisa tahu kalau teman-teman nya itu buruk.

"Ini bukan musim dingin sempurna," Jena membuka suaranya.

"Kenapa?"

"Karena aku tidak bermain salju dengan banyak teman,"

Oh, jadi ini yang memuat Jena ingin berkenalan dengan yang lain? Padahal menurut Shion, ada hal yang lebih menarik untuk membuat musim dingin menjadi sempurna. 

"Kau mau ku perlihatkan musim dingin sempurna yang sebenarnya tidak?" Tiba-tiba, Shion memberikan Jena sepasang sepatu skating, sebelum menghampiri Jena, Shion membawa sepatu ini khusus untuknya. 

Seperti hujan yang kembali naik ke atas awan, air mata Jena seketika berhenti. Matanya berbinar menatap Shion dengan senyumannya yang khas. 

"Tunjukkan aku musim dingin yang sempurna!"

                                        . . .

Mereka kembali lagi ke danau es, anehnya, danau ini sudah tidak retak lagi seperti sebelumnya. Shion yang mendapati Jena kebingungan langsung menjelaskan.

"Aku baru saja membuat danau ini beku kembali, sejujurnya, jika tadi kau tidak menyelamatkan aku pun, aku tidak akan kenapa-napa Jena," Shion terkekeh, teringat kejadian sebelumnya yang membuat mereka berteman.

Tangan Shion di ulurkan ke hadapan Jena agar ia berpegangan dengannya ketika bermain skating. Jena tentu menerima uluran itu dengan senang hati, perlahan, Shion membawa mereka ke tengah-tengah danau, tidak ada yang spesial, tapi kenapa Shion bilang ini adalah musin dingin sempurna? Kita bahkan hanya berdua di sini.

"Pegang pundakku," 

Mereka berhadapan, Jena mngangkat tangannya lalu menyimpannya di pundak Shion, sedangkan tangan Shion melingkar di pinggang Jena. 

"Siap untuk petualangan menakjubkan?"

Kaki Shion membawa Jena untuk meluncur di atas es, mereka melakukan pola memutari sekitaran danau, masih dengan posisi berhadapan. Jena yang biasanya tidak se mahir ini bermain skating menjadi mahir dengan sendirinya. Shion semakin cepat mengarahkan Jena meluncur, sudut ke sudut mereka lewati bersama dengan gerakan indah seperti sedang berdansa di negeri dongeng. 

Setelah sepatu skating mereka membawa mereka ke tengah danau, Shion mengayunkan tangannya ke arah bawah, percikan air dingin menyapa pipi Jena. Segelembung air dari dasar danau keluar mengelilingi mereka menembus lapisan es, sedetik kemudian, gelembung air itu berubah menjadi lumba-lumba transparan yang ikut menari bersama mereka di atas es. Setelahnya, setiap langkah yang mereka lakukan, jejaknya pasti mengeluarkan warna-warni yang cantik.

Tak lama, Shion lagi-lagi mengayunkan tangannya, kali ini dengan jentikan, lalu turunlah butiran salju dari langit. Ada yang spesial dari salju itu.

Oh? Bentuknya mirip bunga!

Pohon-pohon pinus di sekitaran mereka bergerak melambai-lambai menyesuikan dengan gerkan mereka, keluarlah suara-suara indah yang entah dari mana datangnya mengiringi mereka menari di atas danau dengan sepatu skating.

"Shion! Apa ini?" 

"Selamat datang di perfect winter yang sebenarnya, Jena. Kau tidak perlu menikmatinya dengan banyak orang, tapi nikmatilah dengan hatimu."

Jena meremas bahu Shion sambil terus berputar di atas es, matanya tidak pernah luput dari lumba-lumba transparan lucu yang mengiri mereka. Rasa senang menggerogoti seluruh pikirannya sekarang "Ini menakjubkan Shion! Aku tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi!"

Shion terkekeh, senang bisa mendengar gadis itu kembali ceria "Kau butuh teman? Aku bisa memberikanmu teman,"

Tumpukan es yang mengelilingi danau tiba-tiba menghampiri mereka. Tumpukan itu berkumpul secara signifikan lalu membentuk sebuah bongkahan-bongkahan kecil yang akhirnya menjadi boneka salju. Boneka salju itu bergerak mendekati Jena. Mereka berinteraksi layaknya orang pada umumnya.

Jena yang melihat semua hal itu di mata kepalanya sendiri langsung menjerit kesenangan "It is the best Winter ever!" 

"Tunggu, ada satu lagi," 

Shion memutarkan jemari-jemarinya di udara, taburan salju berbentuk bunga yang turun dari langit berkumpul di tangan Shion, lalu Shion merubahnya menjadi segenggam bunga utuh berwarna putih. Cantik, persis seperti gadis yang sedang menari bersamanya di atas danau es ini. 

"Untukmu, Jena, selamat musim dingin." 

                                        . . .

Suara gemericik api dari arah cerobong asap membuat tidur Jena terganggu, perlahan, mata cantiknya terbuka. Posisinya kini sedang terlentang di atas sofa dengan selimut yang menutupi tubuhnya, keningnya mengerenyit sejenak, mengingat kalau mimpinya tadi terasa sangat nyata.

Musim dingin yang menyenangkan. 

Jena tersenyum, sebenarnya, Jena masih tidak percaya kalau yang tadi hanyalah mimpinya saja, namun di sisi lain ia bersyukur karena ia tidak benar-benar di bully oleh anak-anak di Strasbourg. Tapi di sisi lain, dirinya merasa sedih karena Shion, peri musim dingin itu ternyata tidak nyata. 

"Kau sudah bangun cantik?" Ibunya menghampiri Jena, tangannya kemudian mengelus rambut anak kesayangannya. 

Jena mengangguk perlahan sembari memeluk ibunya, setelah mimpi panjangnya, ia merasa lebih senang karena ia sadar kalau musin dingin yang sempurna itu tidak di ukur dari seberapa sering ia menghabiskan waktu bermain bersana teman-teman, tapi dari seberapa senang hatinya ketika menikmati musim dingin. Dan mungkin, menghabiskan waktu bersama keluarga juga salah satu cara yang baik menikmati musim dingin.

Sebenarnya, apa yang membuat anak gadisnya menjadi kembali ceria? Padahal di mobil tadi ia begitu murung dan tidak banyak bicara. Tapi tiba-tiba, ibunya teringat sesuatu "Oh iya, nak, apa kau punya kenalan di sini?" 

Jena yang mendengar itu bingung, ia baru saja pindah ke sini, aneh jika ia memiliki kenalan "Engga tuh, bu,"

"Tadi ada yang meninggalkan kado untukmu, entah dari siapa, ibu menemukannya di depan rumah ketika kau tertidur,"

"Ada pengirimnya?" 

Ibunya menggelengkan kepala "Tidak, cobalah buka, mungkin saja kau nanti tahu siapa yang mengirimkannya," 

Jena segera turun dari sofa, dirinya berlari kecil ke arah meja tempat ibunya menyimpan kado yang di sebut-sebut. Dan benar saja, kado berukuran sedang dengan pita merah terikat di sekelilingnya menyapa penglihatan Jena. Ia tentu segera membuka kado itu dengan terburu-buru. Begitu kaget ya dirinya mendapati sepasang sarung tangan berwarna pink dan juga boneka beruang kutub ada di dalam kadonya. 

Sebelum Jena mengambil boneka beruang kutub itu keluar, dirinya lebih dulu melihat sebuah surat tersimpan di selipan sarung tangan. Jena mengangkat surat itu keluar dari kado dan membacanya. 

Dear, Jena.

Bagaimana? Menyenangkan bukan? Musim dingin sempurna buatanku memang tidak pernah mengecewakan! 

Sekali lagi selamat musim dingin Jena, aku ingin terus melihatmu tersenyum selama musin dingin, jadi jangan lupa melakukan hal-hal menyenangkan selama liburanmu, ya? 

Akhir pekan ini ayo bertemu lagi di danau, akan ku tunjukan hal menarik lain untukmu! Jangan lupa pakailah sarung tangan dariku, aku tidak ingin kau kedinginan lagi seperti sebelumnya. Sampai jumpa lagi putri salju.

— Dari : Peri saljumu

Pipinya mengembang sempurna, senyuman itu datang lagi. Lagi-lagi, penyebab senyuman manisnya itu muncul adalah Shion, anak laki-laki itu ternyata nyata! Jena menjerit kesenangan karenanya, ia melompat lompat kesenangan sambil memeluk boneka beruang yang baru saja di berikan oleh Shion.

"Ini adalah musim dingin ter sempurna!" 

Jauh di tempat lain, Shion tersenyum, ia merasa berhasil membuat orang yang tadinya murung menjadi ceria kembali. Dan itulah tugasnya sebagai peri musim dingin, membuat semua orang bahagia kala salju datang.

Menurut kalian, musim dingin sempurna itu seperti apa?